SABLON SUKOHARJO SOLO
----------------------------------------
Ketika mendengar suaminya menjadi khafilah baru, Fatimah sangat
terkejut. Namun ia lebih terkejut ketika tahu kalau suaminya itu
dikabarkan menolak segala fasilitas istana.
Umar bin Abdul Aziz memilih menunggang keledai untuk kendaraan
sehari-hari, membatalkan acara pelantikan dirinya sebagai khalifah yang
akan diadakan besar-besaran dan penuh kemewahan.
Sungguh Fatimah heran dan tidak percaya mendengar berita tersebut
karena ia sangat mengenal siapa suaminya. Sosok yang sangat identik
dengan kemewahan hidup mengapa secara tiba-tiba ia hendak berpaling dari
kemewahan, padahal tampuk kekuasaan kaum muslimin baru saja di
anugerahkan kepadanya?
Keterkejutannya semakin bertambah tatkala melihat suaminya pulang
dari dari kota Damaskus, tempat ia dilantik sebagai khalifah umat islam.
Suaminya terlihat lebih tua tiga tahun dibandungkan tiga hari yang lalu
tatkala ia berangkat ke kota Damaskus. Wajahnya terlihat sangat letih,
tubuhnya gemetaran dan layu karena menanggung beban yang teramat berat.
Dengan suara lirih Umar bin Abdul Aziz berkata dengan lembut dan
penuh kasih-sayang kepada sang isteri tercinta, “Fatimah, isteriku…!
Bukankah engkau telah tahu apa yang menimpaku? Beban yang teramat
dipikulkan kepundakku, menjadi nakhoda bahtera yang dipenuhi, ditumpangi
oleh umat Muhammad SAW. Tugas ini benar-benar menyita waktuku hingga
hakku terhadapmu akan terabaikan. Aku khawatir kelak engkau akan
meninggalkanku apabila aku akan menjalani hidupku yang baru, padahal aku
tidak ingin berpisah denganmu hingga ajal menjemputku.”
“Lalu, apa yang akan engkau lakukan sekarang?” tanya Fatimah.
“Fatimah…! Engkau tahu bukan, bahwa semua harta, fasilitas yang ada
ditangan kita berasal dari umat Islam, aku ingin mengembalikan harta
tersebut ke baitul mal, tanpa tersisa sedikitpun kecuali sebidang tanah
yang kubeli dari hasil gajiku sebagai pegawai, disebidang tanah itu
kelak akan kita bangun tempat berteduh kita dan aku hidup dari sebidang
tanah tersebut. Maka jika engkau tidak sanggup dan tidak sabar terhadap
rencana perjalanan hidupku yang akan penuh kekurangan dan penderitaan
maka berterus-teranglah, dan sebaiknya engkau kembali ke orang tuamu!”
jawab Umar bin Abdul Aziz.
Fatimah kembali bertanya,”Ya suamiku…apa yang sebenarnya membuat engkau berubah sedemikian rupa?”
“Aku memiliki jiwa yang tidak pernah puas, setiap yang kuinginkan
selalu dapat kucapai, tetapi aku menginginkan sesuatu yang lebih baik
lagi yang tidak ternilai dengan apapun juga yakni surga, surga adalah
impian terakhirku,” jawab Umar bin Abdul Aziz lagi.
Aneh. Fatimah yang notabene merupakan wanita yang terbiasa hidup
mewah, dengan fasilitas yang disediakan dan pelayanan yang super
maksimal, tidak kecewa mendengar keputusan suaminya ia. Ia tidak
menunjukan kekesalan dan keputus asaan. Justeru dengan suara yang tegar,
mantap ia menegaskan, “Suamiku…! Lakukanlah yang menjadi keinginanmu
dan aku akan setia disisimu baik dikala susah atau senang hinga maut
memisahkan kita.”
Fatimah merupakan satu-satunya anak perempuan dari lima bersaudara
putra khalifah daulah Abbasyiah yang bernama Abdul Malik bin Marwan.
Layaknya putri raja, fatimah pun mendapatkan kehormatan dan segala
fasilitas yang mewah, hidup dengan penuh kasih sayang dan dimanja oleh
kedua orang tuanya dan saudara-saudaranya. Kebahagiannya menjadi
sempurna dengan dipersunting oleh seorang lelaki yang terbaik pada
zamannya, dari keluarga yang terhormat yang bernama Umar bin Abdul Aziz,
yang hidup penuh dengan keglamoran dan kemewahan meskipun demikian ia
merupakan sosok yang relegius dan sangat amanah.
Fatimah yang agung itu menjadi pendukung pertama gerakan perubahan
yang akan dilakukan oleh suaminya yakni gerakan kesederhanan para
pemimpin dalam kehidupan, demi bakti dan keridaan sang suami yang
tercinta. Ia rela meninggalkan kemewahan hidup yang selama ini
dinikmatinya, semuanya dilakukan dengan penuh kesadaran, keikhlasan atas
pondasi keimanan yang kuat.
Di rumahnya yang baru, Fatimah hidup dengan penuh kesederhanaan.
Pakaian yang dikenakan, makanan yang disantap tanpa ada kemewahan dan
kelezatan semuanya tidak jauh dengan rakyat biasa padahal status yang
mereka sandang adalah raja dan ratu seluruh umat Islam masa itu.
Begitu sederhananya konsep kehidupan yang mereka terapkan, orang yang
belum mengenal tidak menyangka bahwa mereka adalah pasangan penguasa
umat islam kala itu. Diceritakan, suatu hari datanglah wanita Mesir
untuk menemui khalifah di rumahnya. Sesampai di rumah yang ditunjukkan,
ia melihat seorang wanita yang cantik dengan pakaian yang sederhana
sedang memperhatikan seseorang yang sedang memperbaiki pagar rumah yang
dalam kondisi rusak.
Setelah berkenalan si wanita Mesir baru sadar bahwa wanita tersebut
adalah Fatimah, isteri sang Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz. Tamu
itu pun menanyakan sesuatu hal, “Ya Sayyidati…, mengapa engkau tidak
menutup auratmu dari orang yang sedang memperbaiki pagar rumah engkau?”
Seraya tersenyum Fatimah menjawab, “Dia adalah amirul mukminin Umar bin
Abdul Aziz yang sedang engkau cari.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Amalan yang masih terus mengalir pahalanya walaupun setelah meninggal dunia, salah satunya adalah:
Ilmu yang bermanfaat, yaitu ilmu syar’i (ilmu agama)
yang ia ajarkan pada orang lain dan mereka terus amalkan, atau ia
menulis buku agama yang bermanfaat dan terus dimanfaatkan setelah ia
meninggal dunia.
apabila artikel ini bermanfaat silahkan share
melalui media sosial dibawah ini.barangkali ilmu yang bermanfaat bisa
memberikan pahala yang terus menerus saat anda berada di
akhirat...aamiin