Sesungguhnya hikmah di balik perintah shalat,
demikian pula hikmah di balik larangan meninggalkannya banyak sekali,
namun karena keterbatasan ruang, kita akan menyinggung sebagian saja darinya . Di antara hikmah di balik perintah shalat yaitu:
1. Shalat merupakan Rukun Islam Teragung setelah Dua Kalimat Syahadat (asy-Syahadatain).
Di dalam sebuah hadits, Nabi shallallahu ‘alihi wasallam bersabda,
"Islam dibangun di atas lima hal; Persaksian bahwa tiada Tuhan -yang
haq disembah- selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah; Mendirikan
Shalat; Membayar zakat; Mengerjakan haji ke Baitullah dan berpuasa
Ramadhan.” (Muttafaqun 'alaih)
Dari Abu Sa'id al-Khudry
radhiyallahu ‘anhu bahwasanya tatkala Rasulullah shallallahu ‘alihi
wasallam membagi-bagikan harta rampasan perang, ada seorang laki-laki
berkata kepada beliau, "Wahai Rasulullah, bertaqwalah engkau kepada
Allah." Lalu beliau menjawab, "Celakalah engkau, bukankah aku adalah
penduduk bumi yang paling berhak untuk bertakwa kepada Allah.?" Maka,
Khalid bin al-Walid zpun berkata, "Biar aku penggal saja lehernya, wahai
Rasulullah!" Beliau menjawab, "Tidak, semoga saja ia kelak melaksanakan
shalat." (Muttafaqun 'alaih)
2. Shalat adalah Kembaran Semua Kewajiban Dan Rukun-Rukun.
Shalat merupakan ibadah yang paling banyak disebut di dalam al-Qur'an.
Terkadang disebut secara khusus (tersendiri), seperti firman-Nya,
artinya, "Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan
sore) dan pada bahagian permulaan malam." (Hûd:114)
Terkadang
disebut berurutan dengan sabar, seperti firman-Nya, artinya, "Hai
orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan
sabar dan shalat." (al-Baqarah:153). Terkadang disebut berurutan dengan
zakat seperti firman-Nya, "Dan dirikanlah shalat serta bayarlah zakat.",
dan banyak lagi contoh lainnya.
Dari 'Aisyah radhiyallahu
‘anha bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam bersabda, "Tiga
hal yang aku bersumpah atasnya, (agar) Allah tidak menjadikan siapa
saja yang memiliki bagian (saham) dalam Islam, sama seperti orang yang
tidak memilikinya. Dan saham-saham Islam itu ada tiga: shalat, puasa dan
zakat." (Hadits Shahih)
Allah subhanahu wata’ala tidak
menyebutkan shalat yang digandengkan dengan kewajiban-kewajiban lainnya
melainkan Dia mendahulukan shalat atas selainnya. Misalnya, shalat
disebutkan di dalam pembukaan amal-amal kebajikan dan penutupnya
sebagaimana dapat kita lihat pada awal surat al-Mu'minun dan al-Ma'arij.
3. Shalat merupakan Induk Semua Ibadah.
Seorang
hamba diperintahkan agar meresapi dan khusyu’ dalam shalatnya baik
secara lahiriah maupun batin dan membuat hati, lisan dan seluruh anggota
badannya larut di dalamnya. Hal ini sebagaimana firman Allah subhanahu
wata’ala, "Dan berdirilah karena Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'."
(al-Baqarah:238)
Nabi shallallahu ‘alihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya di dalam shalat itu terdapat kesibukan." (Muttafaqun 'alaih)
Artinya, seorang yang sedang melakukan shalat dilarang makan, minum,
menoleh dan banyak bergerak. Ini tentunya berbeda dengan ibadah-ibadah
lain selain shalat yang hanya diwajibkan atas sebagian anggota badan
saja. Orang yang berpuasa misalnya, masih boleh untuk berbicara, seorang
mujahid masih boleh menoleh-noleh dan berbicara, seorang yang melakukan
haji masih boleh makan dan minum namun shalat tidak demikian. Di
dalamnya terdapat berbagai jenis bentuk ibadah yang lengkap; ibadah
hati, akal, badan dan lisan. Ibadah lisan tercermin pada ucapan
syahadatain, takbir, ta'awwudz, basmalah, bacaan al-Qur'an, tasbih,
tahmid, istighfar dan doa-doa. Ibadah anggota badan terefleksi pada
aktivitas berdiri, ruku', sujud, i'tidal (bangun dari ruku'), turun
untuk sujud, mengangkat tangan dan duduk. Ibadah akal terefleksi pada
aktivitas berfikir, merenungi (tadabbur) dan memahami. Sedangkan ibadah
hati terefleksi pada kekhusyu'an, rasa takut, rasa ingin mendapat
pahala, kenikmatan, ketundukan dan tangis (karena rasa takut kepada
Allah subhanahu wata’ala).
4. Shalat merupakan Wasiat Terakhir Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam .
Dalam detik-detik terakhir keberadaannya di alam fana' ini dan di
saat-saat menghadapi sakaratul maut, Rasulullah hanya berwasiat tentang
shalat dan masalah budak saja. Hal ini sebagaimana dalam hadits shahih
yang diriwayatkan dari 'Ali radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, "Adalah
kata terakhir Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam, 'Dirikanlah
Shalat, Dirikanlah shalat. Takutlah kamu kepada Allah terhadap para
budak kamu."
5. Shalat merupakan Cermin Amalan Seorang Muslim dan Neraca Seberapa Agung ad-Dien di Hati Seorang Mukmin.
Shalat merupakan neraca yang melaluinya manusia mengukur seluruh
amalannya; apakah bertambah atau berkurang sebagaimana halnya alat
periksa yang digunakan seorang dokter untuk memonitor tekanan darah
pasiennya.
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi
shallallahu ‘alihi wasallam bersabda, "Hal pertama yang akan dihisab
(diperhitungkan) terhadap seorang hamba pada hari Kiamat kelak adalah
shalat; bila ia baik (layak) maka akan baiklah seluruh amalannya dan
bila ia rusak, maka akan rusaklah seluruh amalannya."
Sebelum
penilaian sisi keunggulan dilakukan terhadap hal-hal lain seperti dalam
keilmuan dan kecerdasan, maka hal paling pertama yang dijadikan tolok
ukur keunggulan antar sesama manusia adalah kondisi shalatnya. Inilah
tolok ukur yang benar dan dengannya seseorang dinilai tingkat
keberagamaan dan kedudukannya dalam Islam.
Sesungguhnya setiap
orang yang menganggap ringan dan meremehkan shalat, maka pasti ia juga
menganggap ringan dan meremehkan dien al-Islam, sebab ukuran seseorang
dalam Islam itu disesuaikan dengan ukuran dari shalatnya. Bila anda
ingin mengetahui kadar keinginan anda terhadap Islam, maka periksalah
keinginan shalat anda sebab kadar keislaman di hati anda adalah seukuran
kadar shalat yang ada di dalamnya. Bila anda ingin mengukur keimanan
seorang hamba, maka lihatlah seberapa besar ia mengagungkan shalat.
Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam bersabda dalam sebuah hadits
Hasan, "Siapa saja yang ingin mengetahui apa yang didapatkannya di sisi
Allah, maka hendaklah ia melihat seberapa besar (kewajiban) terhadap
Allah mendapat perhatiannya."
Al-Hasan al-Bashri berkata, "Wahai Anak Adam, apa lagi yang kau banggakan dari agamamu bila shalat telah kau remehkan."
6. Shalat merupakan Keterbebasan dari Kemunafikan.
Dalam hal ini, Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam bersabda,
"Barangsiapa yang mendirikan shalat sebanyak 40 hari secara berjama'ah,
ia (selalu) mendapatkan takbir pertama, niscaya akan dicatat baginya
dua keterbebasan: keterbebasan dari api neraka dan keterbebasan dari
kemunafikan." (Hadits Hasan)
7. Shalat merupakan Cahaya, Bukti (Hujjah) dan Kecemerlangan.
Shalat merupakan cahaya yang menghilangkan tindakan aniaya dan
kebatilan. Ia memancarkan cahaya, menjadikan elok dan kecemerlangan bagi
pelakunya -sebagaimana yang dapat dirasakan sendiri oleh kita- serta
menyinari kuburan pelakunya. Hal ini sebagaimana yang dikatakan Abu
ad-Dardâ' radhiyallahu ‘anhu, "Shalatlah kamu dua raka'at di kegelapan
malam untuk (menyinari) kegelapan kuburanmu." Demikian juga, ia akan
berkelap-kelip kelak di hari Kiamat yang memancar dari jidat pelakunya.
Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam bersabda, "Shalat itu adalah nur
(cahaya)." (HR.Muslim)
Dalam sabdanya yang lain, ”Shalat itu adalah bukti (Hujjah)." Yakni bukti bagi keimanan pelakunya.
8. Shalat merupakan Anugrah Rabbani.
Shalat memiliki keistimewaan tak terhingga atas ibadah wajib lainnya,
sebab Allah subhanahu wata’ala sendiri yang telah mewajibkannya karena
mengagungkan kedudukannya. Lalu, Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam
sendiri pula yang langsung menerima perintah tersebut dari Allah
subhanahu wata’ala tanpa perantara, yakni pada malam Isra'. Karena itu,
ia adalah anugrah Rabbani yang dianugrahkan-Nya kepada Nabi dan
kekasih-Nya, Muhammad shallallahu ‘alihi wasallam pada malam yang begitu
agung sebagai bentuk imbalan kepada beliau atas ibadahnya yang tulus
kepada Rabbnya.
Sumber: “Ash-Shalâh, Limadza?”[i/] Muhammad bin Ahmad al-Miqdam, Dâr Thayyibah, Mekkah al-Mukarramah, Cet.II, 1415 H.
SABLON SUKOHARJO SOLO
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Amalan yang masih terus mengalir pahalanya walaupun setelah meninggal dunia, salah satunya adalah:
Ilmu yang bermanfaat, yaitu ilmu syar’i (ilmu agama)
yang ia ajarkan pada orang lain dan mereka terus amalkan, atau ia
menulis buku agama yang bermanfaat dan terus dimanfaatkan setelah ia
meninggal dunia.
apabila artikel ini bermanfaat silahkan share
melalui media sosial dibawah ini.barangkali ilmu yang bermanfaat bisa
memberikan pahala yang terus menerus saat anda berada di
akhirat...aamiin